Kalau ilmuwan seperti
Einstein atau katakanlah presiden setaraf John F Kennedy atau bisa juga
olahragawan seperti Messi bisa berbangga, hidupnya penuh dengan kisah-kisah
menarik bahkan inspiratif sehingga beliau-beliau bisa membukukannya dalam
sebuah buku Biografi ataupun Autobiografi. Nah, bagaimana halnya dengan saya,
yang otaknya tidak melebihi 0,0001% dari otak Einstein, yang kemampuan untuk
memimpinnya tidak mencapai 1/32768 dari kemampuan John F Kennedy, dan yang
kemahiran dalam olahraganya lebih bobrok daripada Messi umur 2 tahun? Tetapi
bukan berarti saya menjadi kecil nyali, ciut perasaan, minder atau yang
lainnya. Karena masih ada beratus atau bahkan beratus juta atau mungkin saja
bermilyar orang yang seperti saya.
Kalau kisah hidup saya
dibeberkan satu per satu dalam sebuah buku maka tidak akan ada yang mau membeli
dan membacanya meskipun harganya sudah diskon 100% atau kemasannya saya buat
seimut mungkin dengan tambahan sapu tangan lucu bergambar minneymouse. Karena
tidak ada yang menarik kawan! Jadi saya cukupkan untuk membuat sebuah
autobiografi yang katanya harus inspiratif sesuai ketentuan yaitu 2 halaman
kertas A4 dan ketentuan lainnya. Itu pun kalau bisa dikatakan inspiratif.
Keinginan saya masuk UI
adalah sebuah obsesi yang tidak tertawar-tawar lagi. Keinginan itu tumbuh sejak
tahun 2003, saat itu saya masih kelas 3 SD. Saya sangat terobsesi masuk UI
karena kakak laki-laki saya lulus menjadi mahasiswa di Teknik Perkapalan UI.
Setiap akhir tahun dia pulang dia selalu menceritakan betapa hebatnya kampus UI
itu. Dan setiap tahun pula diam-diam saya memendam sebuah kalimat “ntar bakalan jadi kampus gue juga tuh!”
Dan selama saya sekolah
SD, SMP, SMA tidak ada satu pun teman sekolah saya yang tidak tahu kalau saya
ingin sekali masuk UI. Bahkan nama saya dibuat olok-oloknya menjadi ‘Rima UI’
tetapi itu tidak membuat saya malu namun bahkan menjadi tantangan bagi saya
untuk mewujudkannya. Di benak saya tidak ada universitas lain, yang ada hanya
UI, tidak ada ITB, Unpad, Undip atau Unair. Saya tidak mau kenal itu semua.
Sampai akhirnya gerbang
memasuki perguruan tinggi idaman saya itu sudah di depan mata. Ketika itu saya
duduk di bangku kelas 3 SMA, sekolah saya
memiliki jatah bagi siswa-siswanya untuk mengikuti program masuk PTN yang
tahun ini dinamakan SNMPTN Undangan sebanyak 50 orang. Dan saya terpilih
menjadi salah satu siswa yang mendapat jatah tersebut. Saya bukan main
senangnya. Langsung saja saya cari tahu apakah UI melaksanakan program undangan
tersebut dan ternyata iya! Saya tidak menunda-nunda lagi untuk segera
mendaftarkan diri saya. Saat itu saya memasukkan Teknik Industri UI pada
pilihan pertama dan Teknik Lingkungan UI pada pilihan kedua.
Tetapi jalur SNMPTN
Undangan bukanlah satu-satunya jalur untuk masuk ke UI. Masih ada jalur SNMPTN
Tulis dan SIMAK. Jadi saya mempersiapkan diri juga untuk kedua jalur cadangan
tersebut dengan mengikuti program Bimbingan Belajar. Dalam bimbingan belajar
saya atau disingkat bimbel mengadakan 4 kali Try Out, di TO pertama saya lulus di Bahasa dan Kebudayaan Korea
UI, TO kedua saya lulus di Bahasa Rusia UI, di TO ketiga saya lulus di
Teknologi Bioproses UI, dan di TO keempat saya lulus di Arsitektur Interior UI.
Keempat pilihan tersebut sebenarnya bukan pilihan awal saya, karena pilihan
awal saya adalah Teknik Industri UI. Tetapi setelah menimbang, mengukur dan
menggali kemampuan saya, akhirnya saya putuskan untuk tidak mengambilnya karena
pilihan itu terlalu tinggi untuk ukuran kemampuan saya. Dan keputusan terakhir
saya adalah memilih Teknologi Bioproses UI di pilihan pertama, Sastra Belanda di pilihan kedua dan
Bahasa dan Kebudayaan Korea di pilihan ketiga.
Akhirnya tibalah hari
dimana hasil seleksi SNMPTN jalur Undangan diumumkan. Dengan bergetar tangan
saya mengklik tombol Hasil Seleksi dan mendapati diri saya tidak lolos seleksi
alias GAGAL! Kedua orangtua saya turut menyabar-nyabarkan saya. Saya sendiri
juga harus kuat karena 3 hari lagi saya
akan menghadapi SNMPTN Tulis.
Hari SNMPTN tulis pun
tiba, Mama saya datang dari kampung untuk mensupport saya dan bahkan ikut mengantar
saya ke lokasi ujian. Hari pengumuman hasil seleksi SNMPTN Tulis masih ada 3
minggu lagi, selama itu saya mendaftarkan diri
dan mempersiapkan diri untuk jalur SIMAK. Ketika pengumuman hasil
seleksi SNMPTN Tulis tiba, saya meraup kekecewaan lagi, saya TIDAK LOLOS lagi
kawan! Hati ini rasanya pilu sekali. Untuk mengabarkan kedua orangtua saya
tidak sanggup. Namun akhirnya saya beri tahu juga kabar buruk ini. Saya tidak
tahu apa yang sebenarnya ada dalam hati Mama saya ketika beliau mengatakan
‘Sabar ya Anakku, mungkin di jalur ini kau gagal tapi Mama yakin kau pasti
masuk UI melalui jalur SIMAK, tetap semangat ya Anakku.’ Betapa teririsnya hati
saya kala itu.
Di hari ujian SIMAK
Mama saya sekali lagi mengantarkan saya ke tempat pelaksanaan ujian. Saya cium
dan saya peluk Mama saya sebelum memasuki ruang ujian. Saya lihat sekali lagi
wajah Mama saya. Dalam hati saya bertekad, saya tidak akan menambahkan rasa
kecewa lagi di wajah itu.
Pengumuman SIMAK ini
adalah pengumuman paling mendebarkan daripada pengumuman seleksi-seleksi saya
sebelumnnya. Betapa tidak, ini adalah penentuan apakah saya menjadi mahasiswi
UI tahun ini atau tidak. Dan ketika membuka hasil seleksinya saya mendapati
diri saya LULUS kawan! Oh, saya loncat kegirangan menyambut kabar baik ini,
begitu juga Mama saya. Kegagalan sebelumnya sudah terbayarkan dengan
keberhasilan ini.
Sekian dahulu cerita
dari saya, kiranya cerita ini dapat menginspirasi kawan-kawan semua bahwa jika
ada cita-cita atau impian yang tinggi, janganlah takut untuk meraihnya. Saya
punya kalimat yang munkin dapat menginspirasi kawan-kawan semua “Bidiklah
bulan, sekalipun meleset panahmu akan mendarat di antara bintang-bintang.”
Sekarang saya resmi menjadi mahasiswa UI program studi Sastra Belanda fakultas
Ilmu Pengetahuan Budaya. It’s like a dream comes true. Akhir kata saya ingin
menyampaikan kepada kawan-kawan semua, ‘Nekadlah terhadap Tekadmu!’
Terimakasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar